CASE ANALYSIS | INTERNATIONAL CRIMINAL TRIBUNAL FOR RWANDA | THE PROSECUTOR V. JEAN PAUL AKAYESU | C
- fadillairbar
- Apr 9, 2014
- 3 min read
Jean Paul AKAYESU lahir pada tahun 1953 di Murehe, Taba (Rwanda). Dia ditunjuk oleh president menjadi bourgemestre (walikota) untuk wilayahnya pada April 1993 hingga June 1994. Sebelumnya dia berprofesi sebagai seorang guru dan ispektor sekolah di Taba.[1]
Dia dikenakan tuntutan atas kejahatan: (1) Genocide (genosida); (2) Crimes Against Humanity (Kejahatan Kemanusiaan), dan (3) Berbagai macam pelanggaran pada pasal 3 konvensi genewa.
FAKTA dan ANALISA KASUS
Command Responsibility for Genocide
Akayesu sebagai bourgemestre bertanggung jawab untuk menjaga dan menegakkan hukum dan kepentingan umum dalam wilayahnya. Sedikitnya 2000 Tutsis terbunuh dalam kurun waktu 7 April – Akhir Juni 1994, dimana dia masih menjabat sehingga dia seharusnya tau dan punya otoritas untuk bertanggung jawab. Dia terbukti tidak melakukan upaya pencegahan apapun terhadap hal ini.[2]
Facilitating Sexual Violence, Beating and Murders
Dalam kurun waktu yang sama, ratusan masyarakat sipil yang mencari status perlindungan sebagai pengungsi (displaced civilians) yang mayoritas merupakan orang Tutsi secara teratur dibawah oleh tentara milter dan polisi local. Sebagian dari mereka terbunuh secara berkala di dekat biro komunal. Wanita-wanita dipaksa untuk melakukan berbagai kekerasan seksual yang pada saat itu dilakukan oleh tidak hanya satu pihak. Hal ini menimbulkan berbagai luka dan bahkan ancaman kematian. Psikologi mereka terancam dan tertekan sebagai akibat dari kekerasan seksual dan berbagai pembunuhan.[3]mengetahui akan adanya kekerasan seksual, pemukulan dan pembunhan tersebut bahkan memfasilitasi kejahatan ini dengan mengijinkan mereka melakukannya di dan sekitar markas biro komunal.[4]
Failed To Punish His Subordinate
Pada tanggal 19 April 1994, salah seorang prajuritnya bernama Francois Ndimubanzi membunuh seorang guru bernama Sylvere Karera dikarenakan bekerjasama dengan RPF (Rwandan Patriotic Front). Namun tidak mengambil tindakan dan tidak menghukum bawahannya ini.[5]
Torture
Pada tanggal 19 dan 20 April, Akayesu melakukan bebrapa inspeksi ke rumah-rumah dan melakukan penyiksaan kepada korban dan keluarga korban yang dianggap kurang koperatif dalam memberikan informasi. Tangan mereka dipukul dengan tongkat besi, dada mereka ditendang berkali-kali dan mereka diancam untuk dibunuh.[6]
Order to Murder
Pada tanggal 19 April 1994, Akayesu menyebutkan tiga nama orang Tutsis yang harus dibunuh karena dianggap memiliki hubungan dengan RPF yaitu Ephrem Karangwa, Juvenal Rukundakuvuga, dan Emmanuel Sempabwa. Beberapa hari setelah itu orang-orang tersebut pun terbunuh.[7]
Akayesu juga memerintahkan 8 tahanan untuk dibunuh dengan menggunakan parang, kapak kecil dan tongkat.[8] Tidak hanya itu dia juga memerintahkan untuk membunuh orang-orang intelektual dan berpengaruh. Mereka dibunuh menggunakan parang dan alat-alat pertanian lainnya.[9]
Kesimpulan:
Akayesu dituntut melakukan kejahatan genosida dikarenakan korban dari kejahatannya adalah merupakan satu nasionaitas/etnik/ras/kelompok agama. Berdasarkan pasal 3 dari Statuta ICTR kejahatan ini dianggap sebagai kejahatan sistematik (widespread & systematic attack) terhadap suatu kelompok masyrakat. Korban-korbannya juga merupakan masyarakat sipil yang tidak turut serta dalam permusuhan yang seharusnya mendapatkan perlindungan. Akayesu juga memiliki tanggung jawab individu atas kejahatan-kejahatan ini berdasarkan pasal 6 ayat 1 dari statute ICTR mengenai tanggung jawab individu[10], yakni orang yang merencanakan, menghasut, memerintahkan, melakukan dan atau memberikan bantuan dalam merencanakan, mempersiapkan dan mengeksekusi jalannya kejahatan yang disebutkan dalam pasal 2-4 Statuta (mengenai genosida, kejahatan kemanusiaan, dan pelanggaran atas pasal 3 Konvensi Genewa dan Protocol Tambahan II).[11]
PUTUSAN
Akayesu dinyatakan bersalah atas:
Kejahatan Genosida[12] (tuntutan 1)
Kejahatan Kemanusiaan[13] (tuntutan 3)
Hasutan Secara Langsung untuk melakukan Genosida[14] (tuntutan 4)
Kejahatan Kemanusiaan/ pembunuhan[15] (tuntutan 5,7, dan 9)
Kejahatan kemanusiaan / penyiksaan / torture[16] (tuntutan 11)
Kejahatan Kemanusiaan / pemerkosaan / rape[17] (tuntutan 13)
Kejahatan Kemanusiaan / berbagai tindakan tidak berprikemanusiaan lainnya[18] (tuntutan 14)
[1] ICTR, Prosecutor v. Akayesu, Case No.ICTR-96-4-T, Judgement 1998, The Indictment para.3
[2] Prosecutor v. Akayesu, Indictment para. 12
[3] Ibid, para 12a
[4] Ibid, para 12b
[5] Ibid, para 13
[6] Ibid, para 17,18, 21, & 22
[7] Ibid, para 15
[8] Ibid, para 19
[9] Ibid, para. 20
[10] Statute of The International Tribunal for Rwanda (ICTR), art.6
[11] Ibid, art.2-4
[12] ICTR Statute Art. 2(3)(a)
[13] ICTR Statute Art. 3(b)
[14] ICTR Statute Art. 2(3)(c)
[15] ICTR Statute Art. 3(a)
[16] ICTR Statute Art.3(f)
[17] ICTR Statute Art.3(g)
[18] ICTR Statute Art.3(i)
Comments